Kamis, 27 Mei 2010

Pelaksanaan Terapi Enuresis

Pemeriksaan penunjang

Urinalisis adalah pemeriksaan yang paling penting untuk skrining anak dengan enuresis. Anak-anak dengan sistitis biasanya memiliki bukti adanya leukosit atau bakteri pada urinalisis mikroskopik. Anak-anak dengan overactive bladder atau dysfunctional voiding, obstruksi uretra, neurogenic bladder, ureter ektopik, atau diabetes melitus merupakan predisposisi terjadinya sistitis. Jika ditemukan bukti sistitis pada urinalisis, urin harus dikirim untuk kultur dan uji sensitifitas. Obstruksi uretra dihubungkan dengan adanya sel darah merah pada urin. Adanya glukosa menunjukkan kemungkinan diabetes melitus. Pengambilan urin acak atau urin pagi hari dengan berat jenis lebih dari 1,020 menyingkirkan diabetes insipidus. Pemeriksaan darah pada pasien enuresis biasanya tidak dibutuhkan kecuali dicurigai ada kondisi lain yang menjadi indikasi pemeriksaan tersebut.5

Penatalaksanaan

Terapi perilaku (behavioral therapy) merupakan salah satu terapi yang disarankan untuk pasien enuresis. Pada terapi ini, anak dibiasakan untuk buang air kecil lebih sering dan terjadwal serta membiasakan anak untuk buang air besar setelah sarapan pagi. Hal ini tentu memerlukan motivasi terus-menerus dan dievaluasi setiap 6 bulan. Anak juga dapat diajarkan untuk belajar merelaksasi kandung kemih dan dasar pelvisnya.10

Pada sebuah penelitian tanpa kontrol, keberhasilan dalam menangani konstipasi, tanpa adanya intervensi lain, menyebabkan resolusi enuresis pada 63% dari 41 pasien. Obat yang mampu melunakkan tinja membantu meningkatkan keteraturan peristaltik untuk mengoptimalkan pengosongan usus. Pemberian polietilen glikol, yang tidak berasa bagi hampir semua anak dan memiliki efek samping yang minimal, merupakan cara yang efektif mengatasi konstipasi dibandingkan dengan plasebo.9

Tabel 3. Rekomendasi penggunaan terapi perilaku.9

Lepaskan celana dalam dan kondisikan anak untuk buang air kecil di toilet setiap pagi hari.†

Dorong anak untuk tidak menahan kencing.†

Kerjasama dengan pihak sekolah untuk menyediakan toilet yang nyaman digunakan oleh anak.†

Dorong anak untuk buang air besar setiap hari, terutama setelah makan pagi dan sebelum berangkat sekolah.†

Dorong anak makan makanan yang melunakkan tinja dan mencegah makanan yang mengeraskan tinja.†

Dorong anak untuk buang air kecil minimal sekali per 2 jam, minimal beberapa kali selama hari sekolah, dan cukup sering untuk mencegah urgensi dan inkontinensia.‡

Biarkan anak minum air sebebasnya selama pagi dan awal siang hari, minimal total 30 mL per kg berat badan.‡

Minimalisir asupan air dan minuman setelah makan malam kecuali anak ikut aktifitas sosial atau olahraga di malam hari.‡

Dorong anak mengimbangkan aktifitas fisik dan mengurangi duduk lama di depan televisi atau komputer.‡

Buat anak berada dalam posisi duduk/jongkok yang optimal di toilet untuk merelaksasikan otot dasar panggul dan mempermudah pengosongan usus (duduk di tengah toilet dengan tumit rata di lantai atau di pijakan kaki).‡

Keterangan:

† Rekomendasi berdasarkan pengalaman klinis, bukan rendomized trials.

‡ Rekomendasi berdasarkan penelitian Nevéus et al.

Terapi alarm adalah alternatif lain untuk pengobatan enuresis. Dengan terapi ini, anak dibangunkan tepat pada saat dimana dia akan buang air kecil. Terapi alarm ditujukan untuk memperbaiki kemampuan bangun dari tidur baik oleh kondisi klasik atau pengaruh lainnya.9 Terapi alarm seringkali dapat menghentikan enuresis tetapi anak-anak masih berkemungkinan mengalami penurunan kapasitas kandung kemih yang membuat anak bangun malam hari. Pendekatan terapeutik ini memerlukan waktu 3-6 bulan untuk bekerja dan sekitar 50% anak tidak enuresis lagi bahkan setelah terapi dihentikan.10

Tabel 4. Rekomendasi penggunaan terapi alarm.9

Gunakan sebagai terapi lini pertama sebelum meresepkan obat-obatan.

Lanjutkan terapi minimal 2-3 bulan.

Bangunkan anak dengan alarm setiap malam.

Dorong anak dan orang tua untuk ikut serta.

Karena anak-anak dengan cepat belajar untuk mematikan alarm dan kembali tidur, orang tua harus ikut terbangun setiap alarm berbunyi untuk memastikan anak tidak melakukannya.

Buat anak ke kamar mandi dan buang air kecil setiap alarm berbunyi.

Informasikan keluarga bahwa beberapa minggu pertama terapi adalah masa paling sulit, susun jadwal follow up lebih dini untuk mengawasi perkembangan dan mengatasi masalah lainnya.

Informasikan keluarga bahwa kegagalan anak untuk bangun atau orang tua untuk membangunkan anak adalah alasan paling sering terjadinya kegagalan terapi alarm.

Keterangan: rekomendasi didapatkan dari Glazener et al. Terapi ini efektif pada ? anak (4-55% relaps).

Terapi farmakologik terdiri atas desmopressin, antikolinergik, dan antidepressan trisiklik. Desmopressin dapat mengurangi poliuria nokturnal. Sediaannya yang dalam bentuk sprai nasal memiliki waktu paruh yang panjang sehingga perlu diwaspadai kemungkinan intoksikasi air dan hiponatremia. Formulasi oral lebih aman digunakan dengan waktu paruh yang pendek. Anak-anak memerlukan pembatasan cairan sebelum tidur ketika menggunakan obat ini. Obat ini tidak dapat menambah kapasitas kandung kemih.10

Antikolinergik dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Penggunaan antikolinergik akan bermanfaat jika dikombinasikan dengan desmopressin. Anak-anak dengan pengobatan ini harus konsultasi ke dokter lebih rutin karena kemungkinan efek samping penggunaannya. Antidepressan trisiklik (contohnya, imipramin) hanya digunakan ketika terapi lain gagal. Perubahan afek dan gangguan tidur sering terjadi pada pasien enuresis. Antidepressan trisiklik juga dapat membawa risiko kematian akibat overdosis dan bekerja hanya pada 20% kasus.10

Tabel 5. Rekomendasi penggunaan terapi farmakologik.5,9

Karakteristik

Desmopressin

Agen antikolinergik

Imipramin dan agen trisiklik lainnya

Evidence-based

Ya

Tidak

Ya

Mekanisme

Mengurangi poliuria nokturnal

Meningkatkan kapasitas kandung kemih, menurunkan overaktifitas detrusor

Tidak jelas

Pertimbangan

Gunakan sebagai lini pertama terapi farmakologik, pertimbangkan untuk situasi tertentu (berkemah, dll)

Gunakan sebagai lini kedua terapi farmakologik untuk anak-anak yang tidak berespon terhadap lini pertama, pertimbangkan untuk dikombinasi dengan desmopresin

Gunakan hanya sebagai lini ketiga terapi farmakologik ketika semua pilihan terapi gagal

Efikasi

Mengompol berhenti pada 3-48% subjek penelitian, bekerja sebagai pengontrol bukan penyembuh, dapat relaps setelah pengobatan berhenti

Bekerja sebagai pengontrol bukan penyembuh, dapat relaps setelah pengobatan berhenti

Mengompol berhenti pada 20% subjek penelitian, bekerja sebagai pengontrol bukan penyembuh, dapat relaps setelah pengobatan berhenti

Dosis

Tablet: 200-600 µg 1 jam sebelum tidur; Formulasi cepat larut: 120-360 µg 30-60 menit sebelum tidur (pertimbangkan sediaan ini untuk anak yang sulit menelan tablet)

Tablet atau sirup oksibutinin: 5 mg atau 0,1 mg/kg sebelum tidur; tablet tolterodine: 2 mg sebelum tidur

Tablet: 25-50 mg sebelum tidur, tidak lebih dari 75 mg sebelum tidur

Efek samping

Intoksikasi air disertai sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang; formulasi nasal-spray dengan label peringatan kotak hitam dibuat karena peningkatan risiko intoksikasi air, tidak direkomendasikan

Konstipasi, mulut kering, mata kabur, muka memerah, intoleransi panas, perubahan afek, peningkatan residu urin

Perubahan afek, mual, gangguan tidur, kardiotoksik dengan potensi kematian akibat overdosis, obat harus disimpan dengan baik, jauhkan dari jangkauan anak-anak

Interaksi obat

NSAIDs dan antidepressan dapat menyebabkan tambahan retensi cairan



Desmopressin memang telah diterima sebagai terapi medikamentosa untuk terapi enuresis nokturnal primer yang monosimptomatik. Namun, beberapa pasien ditemukan tidak berespon terhadap terapi ini. Pada pasien ini, dapat diberikan alternatif kombinasi desmopressin dan terapi antikolinergik. Untuk menguji efikasi kombinasi ini, Austin et al melakukan penelitian mengenai hasil akhir atas kombinasi terapi ini. Setelah 1 bulan terapi, terdapat penurunan signifikan angka rata-rata terjadinya enuresis pada kelompok subjek yang mendapat kombinasi terapi dibandingkan plasebo. Dengan pendekatan rumus, diperkirakan adanya penurunan signifikan 66% risiko enuresis dibandingkan dengan plasebo.13

Radmayr et al melakukan penelitian terhadap 36 penelitian acak atas 20 anak berusia antara 5 dan 16 tahun yang mendapat terapi akupunktur atau desmopressin saja dan melakukan evaluasi setelah 6 bulan terapi. Sekitar 75% dan 65% pasien tidak lagi mengalami enuresis. Tidak adanya perbedaan signifikan di antara kedua modalitas terapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa akupunktur dapat menjadi alternatif terapi. Akupunktur diduga memicu perubahan homeostatik dengan menguatkan chi ginjal dan limpa serta meregulasi otak. Namun, peneliti tidak menyebutkan secara jelas bagaimana mekanisme yang rinci mengenai penguatan ginjal dan limpa serta regulasi otak ini. Sayangnya, penelitian yang mendukung efektifitas akupunktur pada pasien enuresis dilakukan dengan jumlah subjek penelitian yang sedikit dan desain penelitiannya tidak menggunakan kontrol sehingga sulit untuk menarik kesimpulan apakah akupunktur dapat direkomendasikan pada pasien enuresis.14

DAFTAR PUSTAKA

Sufriyana. 2010. Enuresis. http://imsj.globalkrching.com/enuresis/. 190510

Tidak ada komentar:

Posting Komentar